Menurut Riadi, pelatihan koreografi tari kreasi Banjar kepada anak-anak di Desa Belangian, diinisiasi Tari Banjar “Kipas”, yang desain dan gerak tari disesuaikan dengan kemampuan anak-anak berumur 6-10 tahun di desa tersebut.
“Latihan tari kreasi itu meadopsi gerak tari yang sederhana, tujuannya adalah agar mudah dipraktekkan anak-anak di Desa Belangian,” tuturnya.
Dipaparkannya juga, bahwa proses pelatihan tari kreasi di Desa tersebut dibantu dua orang mahasiswi yang bertugas mendampingi untuk mengharmonisasikan gerak tari agar selaras dengan musik yang disajikan.
Sementara itu, lanjut Ellyn lagi, kostum tari kreasi juga mengunakan rok dibuat melebar yang memiliki makna bahwa perempuan Desa Belangian itu meski feminim dan angun namun tetap kuat.
“Tari tersebut juga diaplikasikan dengan paduan asesoris kalung dan gelang yang minim. Untuk memberi kesan kesederhanaan dan kearifan lokal anak-anak perempuan. Demikian juga baju dipakai merupakan perpaduan kain sasirangan dengan warna cerah untuk mengambarkan kecerian anak-anak perempuan di desa Belangian,” terang Riadi.
Ellyn dan Riadi dari tim LPPM ULM menilai, bahwa kegiatan tersebut cukup berhasil. Hal ini dapat dlihat dari besarnya animo masyarakat dan partisipasi mereka mengikuti kegiatan.
“Apalagi, para peserta latihan tari kreasi mampu mengikuti dan menyesuaikan gerak yang dilakukan selaras dengan iringan musiknya. Mereka juga dapat mengharmonisasikan gerak tarinya yang dihasilkan pada saat penampilan,” beber alumni Program Doktor Universitas Brawijaya Malang ini.
Meskipun demikian, kata Ellyn, program ini memiliki kelemahan, kerena keterbatasan waktu untuk membuat koreografi tari dan penyediaan kostum termasuk kesiapan penataan riasnya.
“Pada pengabdian masyarakat yang akan datang, kita akan agendakan pelatihan tata rias untuk masyarakat agar atraksi dan penampian wisata lebih sempurna,” pungkasnya.