Cerpen: Malam Takbiran

Banuaterkini.com - Selasa, 9 April 2024 | 17:08 WIB

Post View : 3

“Ada perlu apa?” tanyanya menyelidik. Tiba-tiba aku teringat kertas segiempat kecil yang diberikan Pak Rusdi minggu lalu.

“Oh… Pak Rusdiyanto. Ada keperluan apa dengan beliau?” perempuan petugas hotel tersebut masih memperlihatkan tampang menyelidik.

Anang terbata-bata menjelaskan dan penjelasannya membuat perempuan cantik berbaju merah itu semakin mengerutkan dahinya. “Baiklah, saya coba tanyakan. Tunggu sebentar ya.”
Lewat telfon, kuliat perempuan itu berbicara. Sesaat kemudian dia mengangguk-angguk, melambaikan tangan kepada seorang petugas hotel laki-laki, yang dengan sigap langsung datang menghampiri.

Tidak sampai 5 menit, giliran pria berstelan merah yang tadi tergopoh naik ke atas tangga yang menghampiri kami. “Ini, dari Pak Rusdi. Katanya buat Asep.”

“Tolong bilang, teri..” Aku belum sempat menyelesaikan kalimat ketika pria berstelan merah tersebut sudah berlalu dan membukakan pintu buat seorang tamu.

Anang menggamit tanganku mengajakku keluar. Di parkiran, aku sempat mengintip apa yang ada di amplop. Hah, aku melonjak kaget. Uang dua ratus ribu. Dari Pak Kusnanto saja sudah membuatku bingung. Ini tambahan dua ratus ribu lagi. Waduh, banyak yang bisa kulakukan dengan uang tiga ratus ribu: beli sandal jepit, baju koko Abah, bunga yang banyak untuk ditanam di makam Emak, lalu apa lagi? Oya, sandal jepit untuk Anang. Aku melirik ke kaki Anang mengamati sandal jepitnya yang bernasib sama dengan kepunyaanku.

Abah! Tiba-tiba aku teringat janjiku kepada Abah untuk pulang cepat. “Nang, lewat toko obat Akong ya. Beli obat buah Abah. Cepat, kasihan Abah menunggu lama.”

Aku menghela nafas lega, ketika kulihat Akong masih duduk terkantuk-kantuk di depan mejanya. “Kong, obat yang biasa, buat Abah.”

“Wah, untung kamu cepat datang. Lima menit lagi sudah mau tutup. Empat hari lagi baru buka. Akong juga mau ikut libur lebaran” ucapnya sembari memberikan bungkusan obat itu. Aku segera memberikan uang duapuluh ribu. Akong mengembalikan seribu.

Lima puluh meter menjelang sampai rumah, aku sudah mendengar batuk Abah yang terus menerus. Anang mempercepat sepedanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev