Beberapa tetangga yang sudah dipanggil Anang, datang merubungi tubuh Abah. Satu dua orang kulihat menggeleng-geleng.
Aku duduk di pojok tempat tidur, meringkuk terisak-isak. Aku belum sempat mengatakan kepada Abah, kalau uang pemberian itu belum kuapa-apakan, dan obat Abah kubelikan dari hasilku menyemir sepatu selama seminggu.
“Abah….” Sedetik kemudian aku tidak merasakan apa-apa lagi.
Banjarbaru, 22 Oktober 2006