Pakar Hukum Tata Negara dan Senior Partner Law Firm Integrity, Prof Deny Indrayana. Sumber: twitter @dennyindrayana.
Redaktur Pelaksana: M/DQ Elbanjary
Bahaya laten yang harus dilawan jika dunia usaha mau maju adalah korupsi dan mafia hukum. Sebab, keduanya merupakan instrumen yang banyak merusak sendiri sendi-sendi penegakan hukum.
Jakarta, Banuaterkini.com - Untuk mamacu tumbuhnya dunia usaha yang sehat diperlukan penegakan hukum secara progresif. Para pengusaha muda terutama yang terhimpun dalam Himpungan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) juga memiliki peran strategis untuk mendorong kondisi itu.
"Jika dunia usaha mau maju, maka para pengusaha terutama pengusaha muda yang tergabung di HIPMI, harus bersatu-padu melawan praktek korupsi dan mafia hukum," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana, saat berbicara pada sesi kedua perayaan Hari Ulang Tahun ke-50 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Jakarta, Sabtu (11/06/22).
Pada acara Young Leaders Forum yang mengusung tema “Reinsure Legal Certainty as a Fundamental for Economic Growth” itu, Prof Deny Indrayana, mengungkapkan beberapa hal penting yang menurutnya sebagai gambaran bahwa penegakan penegakan hukum berpengaruh langsung pada iklim berusaha di Indonesia.
Di hadapan sejumah pengurus HIMPI daerah dan pelaku usaha dari berbagai daerah di Indonesia Prof Deny Indrayana menyebutkan bahwa penegakan hukum itu pasti berpengaruh pada investasi.
Dirinya mengaku tidak sependapat dengan pernyataan Jaksa Agung Muda (2004-2007), Abdurrahman Saleh, yang mengatakan bahwa pemberantasan korupsi itu menghambat investasi. Justru sebaliknya, penegakan hukumlah yang mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan investasi.
"Tidak bisa dibalik-balik, ease of doing business itu berkorelasi langsung dengan penegakan dan kepastian hukum," ungkapnya.
Menurutnya, itulah mengapa sebabnya, rating kemudahan berbisnis di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga, sebut saja Singapura dan Malaysia.
Sumber: republika.co.id
Praktek Mafia Hukum
Selain itu, imbuh Deny, yang mempengaruhi dunia usaha di Indonesia adalah keberadaan mafia hukum. Dikatakannya, mafia hukum merupakan penjelamaan dari mafia peradilan.
Dulu, ujarnya, di era Presidien Soesilo Bambang Yudhoyono, para mafioso tidak hanya ada di lingkungan peradilan, tetapi mereka masuk ke dalam proses penyusunan undang-undang, proses legislasi. Inilah yang menginspirasi pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum kala itu.
"Sayangnya, Satgas ini hanya bertahan 2009-2011 dan tidak dilanjutkan, karena dinamika politik yang cenderung dipengaruhi kelompok yang merasa bisnisnya telah terganggu," tutur Senior Partner dari Law Firm Integrity ini.
Dikatakan Deny, fakta bahwa adanya mafia hukum dalam penyusunan undang-undang dapat dilihat pada kasus Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK hari-hari ini, ujar Deny, ibarat hidup enggan, mati pun tak mau. KPK telah dilumpuhkan melalui perubahan undang-undang dan intervensi oleh kekuatan oligarki.
"Saya mengutip Mahfud MD dalam bukunya. Beliau menegaskan konfigurasi politik yang demokratis akan menghadirkan produk dan penegakan hukum yang otonom. Sebaliknya, konfigurasi politik tidak demokratis akan menghasilkan produk hukum yang kolutif dan penegakan hukum yang represif,” papar Wamenkumham 2011-2014 ini.
Lebih lanjut Deny juga menuturkan, fakta yang disebutkannya itu merupakan kecenderungan yang semakin mendegradasi pemberantasan korupsi. Contoh lain, pembatalan PP 99/2012 oleh Mahkamah Agung, di mana aturan tersebut memuat pengetatan pemberian remisi bagi narapidana korupsi. Sebelumnya seluruh pengujian PP tersebut selalu ditolak di MK dan MA, namun pada 2021 silam, MA beralih sikap dan membatalkan keberlakuan beleid ini.
"Di samping itu, kabar tentang maraknya pemotongan hukuman kian mengemuka di MA sejak meninggalnya Hakim Agung Artidjo Alkostar. Tiga indikator ini, menurut ia, akan mengantarkan kembali pada masa-masa suram pemberantasan korupsi," tegasnya.
Mafia Hukum di Kalsel
Dia juga menyinggung soal praktek mafia hukum ini, yang dapat dapat dilihat dengan terang benderang dalam sejumlah kasus hukum di Kalsel dan sejumlah daerah lainnya.
Di Kalsel, ujar Deny menyebut tanah kelahirannya itu, dirinya hampir tiap hari menerima pesan whatshapp tentng praktek illegal mining (penambangan ilegal) dan penyerobotan lahan yang terjadi.
Bisa dibayangkan, perbuatan illegal mining sama seperti mencuri disiang bolong. Ketika orang menjarah batubara di wilayah izin yang sah, tidak mungkin dilakukan dengan cangkul. Tentu yang digunakan adalah puluhan alat berat seperti excavator dan truk-truk besar, ujarnya.
"Tidak sulit, bahkan terlalu mudah bagi aparat penegak untuk menangkap dalang dan pelakunya. Namun faktanya, tidak demikian. Mafia hukum telah memberi “tip” kepada oknum penegak hukum kita, sehingga illegal mining dan penyerobotan lahan berkembang biak dan sangat sulit dihentikan," ucap Denny menyesalkan.
Terakhir, imbuhnya lagi, duitokrasi (daulat duit) telah nyata-nyata menumbangkan demokrasi (daulat rakyat). Carut marut ini tidak bisa dilakukan dengan upaya biasa, melainkan mesti diupayakan perubahan menyeluruh, dari tindakan elit hingga mindset sebagai warga negara tentang pentingnya nilai integritas.
"Dengan pemberantasan korupsi dan mafia hukum yang efektif, saya yakin dunia usaha akan semakin progresif," pungkasnya.
Selain, Prof Denny hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut praktisi dan akademisi Universitas Airlangga, Basuki Minarno, praktisi dan juru bicara KPK 2016-2019, Febri Diansyah dan akademisi Univerisitas Indonesia, Junaedi bertindak sebagai moderator. ***