Warga Sungai Baru Buka Suara, KWM Diduga Tak Miliki Kajian Dampak Lingkungan

Banuaterkini.com - Rabu, 23 November 2022 | 09:24 WIB

Post View : 252

Sculpture Ikon Ketupat di Kawasan Kampung Ketupat Sungai Baru yang roboh diduga ceroboh dalam perencanaan desain. Foto: Banuaterkini/Misbad.

Laporan: Ahmad Kusairi l Editor: DR MDQ

Warga 'Kampung Ketupat Sungai Baru, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, menduga pembangunan proyek Kawasan Wisata Mandiri (KWM) di wilayah mereka tak memiliki kajian dampak lingkungan. 

Banjarmasin, Banuaterkini.com - Dugaan tersebut disampaikan salah seorang warga setempat, Sabriansyah, yang dijumpai jurnalis Banuaterkini.com, Rabu (23/11/2022).

Berbagai komentar miring warga tersebut muncul pasca robohnya salah satu bangunan yang ada KWM Kampung Ketupat Sungai Baru. 

"Saya dan kebanyakan warga menduga pembangunan proyek kawasan wisata yang ada di jalur hijau ini, tak memiliki kajian atau analisis dampak lingkungan," kata Sabriansyah.

Seperti diberitakan, Kamis (17/11/2022) pekan tadi, salah ikon KWM yaitu sculpture ikon Ketupat yang baru selesai tiba-tiba roboh diterjang angin kencang. 

Apa yang dikatakan Sabriansyah sejalan dengan tanggapan Pakar arsitektur Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr Akbar Rahman, yang menyebut ada beberapa kesalahan dalam perencanaan desain bangunan yang roboh tersebut.  

"Sangat mungkin saat menyusun perencanaan desain bangunan itu, arsitek kurang mempertimbangan risiko angin puting beliung di lintasan sepanjang Sungai Martapura, termasuk di lokasi bangunan," ujarnya dikutip Banuaterkini.com, Sabtu (19/11/2022).

Puing-puing bekas ikon Ketupat yang roboh pada Kamis pekan lalu yang disebut akibat terjangan angin kencang. Foto: Banuaterkini/Misbad.

Robohnya bangunan, kata Ketua Arsitek Peduli Banua ini, menunjukkan bahwa desain arsitektural itu tidak tanggap terhadap kondisi lingkungan. Tepian sungai memiliki resiko angin yang cukup tinggi, dan itu tidak diperhitungkan secara matang. Buktinya pernah terjadi hal serupa di struktur bangunan tenda menara pandang, imbuhnya.

"Ada beberapa hal penting yang kurang diperhatikan oleh perencana saat membuat desain yang menyebabkan robohnya sculpture ketupat, yaitu proporsi bentuk yang tidak seimbang dan adanya rongga yang bisa menangkap angin," tegas alumni program doktor Saga University Jepang itu.

Press release PT Juri Supervisi Indonesia terkait robohnya bangunan Ketupat di KWM Sungai Baru, Kamis pekan lalu.

Sementara itu, Head of Business Development PT Juru Supervisi Indonesia, M Wahyu B Ramadhan, membenarkan bahwa robohnya ikon ketupat di Sungai Baru lantaran adanya angin kencang yang menghantam area itu.  

"Dugaan sementara, penyebab robohnya bangunan ikon ketupat dikarenakan adanya angin yang sangat kencang yang menghantam area tersebut. Sementara pekerjaan struktur sedang dalam proses pengerjaan sehiñgga kekuat;an Struktur belum benar-benar sempurna," jelas Wahyu yang mengaku bertindak sebagai Pengelola Kawasan Kampung Ketupat, dalam keterangan persnya yang dikirim ke sejumlah media.

Penjelasan Pengelola Kampung Ketupat, Wahyu, yang menyebut robohnya ikon ketupat disebabkan angin kencang  tersebut dibantah Sabriansyah. Pasalnya, kata dia, saat kerjadian angin tidak terlalu kencang, dan itu biasa terjadi di kawasan itu.

"Saat kejadian itu, angin tidak sangat kencang dan sering aja terjadi di kawasan Siring," tandas Sabriansyah.

Sabri, juga membantah keterangan Wahyu selaku pengelola, yang menyebutkan bahwa struktur bangunan masih dalam tahap pengerjaan, sebab pembangunan ikon ketupat itu sudah selesai 100 %.

"Sebab, sebelum kejadian Scapolding atau andang sudah dilepas pada hari Rabu (sehari sebelum peristiwa roboh) dan diangkut oleh rental Scapolding. Artinya sudah tidak ada lagi yg dikerjakan/finishing," imbuhnya lagi. 

Lebih lanjut, Sabriansyah yang ditemani sejumlah warga juga menambahkan, fakta lain bahwa pembangunan kawasan wisata di Kampung Ketupat Sungai Baru tidak memiliki kajian dampak lingkungan, adalah minimnya sosialisasi berkaitan dengan bagaimana pemanfaatan KWM tersebut.

Dikatakan Sabri, warga banyak mempertanyakan mengenai banyak hal yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan yang dibangun itu.

Misalnya, imbuh Sabri, soal lokasi parkir yang belum jelas di mana letaknya. Sebab, jika kawasan itu sudah dibuka untuk umum, maka pengelola sedari awal harusnya sudah memikirkan di mana lokasi parkir jika terjadi penumpukan kendaraan.

"Nah, soal ini warga juga tak pernah diajak bicara, padahal yang akan merasakan dampaknya adalah warga kami yang ada di sini," tukasnya.

MEBAHAYAKAN: Gapura berbahan bambu yang baru dibuat pengelola Kampung Ketupat kondisinya sudah meleot, karena diduga dibangun asal-asalan dikhawatirkan bakal roboh dan menimpa warga.

Warga, kata Sabri lagi, mengutip pembahasan pada saat pertemuan dengan pengelola PT Juru Supervisi Indonesia di Kantor Kecamatan Banjarmasin Tengah pada 3 Oktober 2022 lalu, sudah menyampaikan keberatan lokasi yang konon katanya merupakan ruang terbuka hijau mengapa dibangun menjadi tertutup, karena dipagari dinding bambu.

Harus difahami, ujar Sabri, kawasan Sungai Baru, seperti daerah lainnya di Kota Banjarmasin merupakan daerah yang padat penduduk yang sangat rentan terjadi peristiwa kebakaran. Jadi, dengan dipagarnya kawasan tepian sungai Martapura untuk alasan pembangunan kawasan wisata, warga menjadi kebingungan mencari akses mengambil air untuk pertolongan pemadaman kebakaran.

"Ini juga sudah disampaikan teman-teman relawan Damkar Sungai Baru, yang pasti mengalami kesulitan akses terhadap air jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran di wilayah kami," ujar Sabri lagi.

Sabri dengan nada tinggi, juga menyanggah pernyataan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina yang dimuat di sejumlah media onlie, yang menyatakan bahwa mengapa lokasi wisata itu dipagar bambu dengan alasan sebagai peredam suara agar tidak mengganggu warga sekitar.

"Itu pernyataan Walikota tidak masuk akal, suara alat mesin pemotong aja sering menggangu bila bekerja malam hingga dini hari, kebayang nanti jika ada acara pertunjukan yang menggunakan sound system dengan audio besar, apa tidak mengganggu?" tanya Sabri sengit.

Apalagi, di sekitar lokasi KWM ada langgar dan Mesjid yang hampir setiap malam melaksanakan kegiatan pengajian dan keagamaan lainnya.

"Apa Walikota dan pengelola sudah mempertimbangankan hal ini? Saya fikir sebagai warga ini penting kami ketahui untuk apa kawasan itu dibangun, jika hanya menguntungkan Pemko dan Pengelola saja dan merugikan warga sekitar," pungkasnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev