Rohani Simanjuntak, salah seorang kerabat dekat Brigadir J mengungkapkan, luka tembakan di tubuh keponakannya terlihat lebih dari satu. Luka itu tersebar di dada, tangan, dan leher.
Saat jenazah tiba di rumah duka pada Sabtu (09/07/22), dikabarkan keluarga juga awalnya tidak diperbolehkan melihat kondisi jasad Brigadir J. Namun, sang ibu bersikukuh melihat kondisi anaknya sebelum dimakamkan. Saat itulah, keluarga melihat tubuh korban penuh luka.
Hal janggal lain dalam peristiwa ini ialah matinya CCTV di seluruh bagian rumah karena decoder-nya rusak.
Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, pembentukan tim investigasi merupakan langkah awal yang baik untuk mengungkap kebenaran mengingat banyaknya kejanggalan dalam kasus ini.
Namun demikian, Bambang mengingatkan, harus dipastikan bahwa pengusutan kasus ini dilakukan secara transparan.
"Kita berharap transparansi dan akuntabilitas TPF (tim pencari fakta) ini harus benar-benar dijaga. Jangan sampai TPF ini hanya sekadar alat stempel untuk melegitimasi kejanggalan-kejanggalan yang disampaikan Polri sebelumnya," kata Bambang seperti dikutip Kompas.com, Rabu (13/06/22).
Bambang berpendapat, optimisme atas penyelidikan kasus ini tetap harus dibangun. Apalagi, tim investigasi melibatkan pihak-pihak di luar Polri seperti Komnas HAM dan Kompolnas. Masuknya Komnas HAM ke dalam tim menjadi harapan besar ditemukannya fakta-fakta yang masih tersembunyi dalam kasus ini.
Dikatakan Bambang, tim investigasi juga seharusnya melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ini penting untuk melindungi sejumlah saksi kunci seperti istri Irjen Ferdy Sambo dan Bharada E.
"Pendampingan hukum pada mereka ini penting karena kasus ini menempatkan mereka pada posisi yang berhadapan dengan lembaga penegak hukum Polri," imbuh Bambang.
"Posisi tersebut rentan mendapat tekanan maupun intimidasi untuk mempengaruhi peyelidikan," tuturnya.