Semua masuk dalam keluarga Dipterocarpaceae, yang banyak di manfaatkan dari bagian dalam batang pohon berupa kristal atau minyak kapur. Hal yang sama di ungkapkan oleh Heyne, 1987, sedangkan menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990), Dryobalanops memiliki 16 spesies[1].
Apakah orang Banjar masih mengenali Kapur Kamper sebagai tatamba atau komoditas kayu?
Kapur kamper sebagai tanaman yang tertulis di dalam Al Quran sudah masuk dalam kategori daftar merah atau IUCN Redlist, dengan status critically endangered alias terancam punah lantaran kondisinya sangat kritis dan langka, demikian laporan Lembaga Konservasi Internasional atau IUCN (International Union for Conservation of Nature).
Beberapa nama pernah sangat terkenal berupa jenis-jenis kayu kapur kamper seperti Kamper Samarinda, Kamper Singkil, Kamper Kapur, dan Kamper Banjar. Kayu kamper walaupun yang terkenal berasal dari Sumatera, kayu kamper Samarinda justru dikenal kehalusannya. Kristil putih Kayu ini dijuluki kayu Rosewood-nya Indonesia karena memiliki warna dan corak yang indah dan eksotis.
Kamper Banjar terkenal dengan berbagai fungsi untuk tatamba atau pengobatan, terutama senyawa Borneol sangat bermanfaat sebagai biomedicine untuk mencegah pengentalan dan pembekuan darah (Duke, 2005). Ibnu Masawayh dalam Guillot (2002) menyebutkan bahwa kamper merupakan salah satu dari lima rempah wewangian dasar. Kelima rempah tersebut adalah kesturi, ambar abu - abu, kayu gaharu, kamper dan safran. Di Arab, hanya sulthan dan keluarganya yang memakai Kamfer sebagai parfum yang halal dan memberikan aromaterapi yang kuat dan misik.
Ada puluhan sebutan untuk kayu mahal ini, yaitu: Ampadu, Amplang, Awing Tanet, Bayau, Bindeneri, Belakan, Empedu, Kayatan, Keladan, Melampit, Kalampait, Kapur Kademba, Kapur Merah, Kapur Hitam, Keladan[2], Kayu Kademba, Kapur Naga, Kapur Tanduk, Kapur Tulang, Kayatan, Kapur Sintuk, Mengkayat, Mohoi, Muri, Serapan, Tulai dan Wahai.
Di Sumatera sendiri selain dikenal dengan nama Kapur atau Barus, Kaberun, Kamfer, Kuras[3] tanaman ini juga dikenal dengan nama Haburuan atau Kaberun. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur.
Presiden Joko Widodo telah dua kali membuat simbolisasi penanaman Kamper yang asli endemik tanaman Kalimantan ini[4], pertama bersama Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang pada bulan Mei 2018 dan. Sedangkan pada bulan Juni melalu tayangan kembali di Kebun Raya Bogor, Presiden Jokowi mengajak Perdana Menteri Australia Anthony Albenase[5] untuk menanam pohon kamper atau yang memiliki nama latin Dryobalanops lanceolata.
Sinyal ini sangat jelas: Indonesia memiliki Kamper yang sangat berkualitas, tapi China yang menanam masif dan menguasai perdagangannya, yaitu kamper dari Cina yang berasal dari jenis Cinnamomum champora dari tanaman keluarga Lauraceae, sedang di Indonesia masuk keluarga tanaman Diptorocarpaceae, yang mampu memberikan kualitasnya Kamper barus lebih premium. Begitu juga Australia sebagai tujuan perdagangan. Namun sayang pemerintah Kalimantan Selatan, seakan tak peduli pada emas kristal putih ini, padahal salah satu tanaman endemiknya.
Berdasarkan hasil penelitian autekologi kayu kapur (Dryobalanops lanceolata Burck) dilakukan di kawasan Hutan Lindung (HL) Kinarum Kabupaten Tabalong dan HL Tampaan yang ada di Kecamatan Upau dan kecamatan Halong di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Berdasarka hasil kesimpulan yang di kutip, Kayu kapur (Dryobalanops lanceolata) ditemukan sebanyak 27 individu di HL Kinarum dan 20 individu HL Tampaan.