Catatan Akhir Tahun Aliansi Perempuan Bangkit, Ajukan 9 Tuntutan kepada Pemerintah dan DPR

Banuaterkini.com - Kamis, 22 Desember 2022 | 19:26 WIB

Post View : 89

Ilustrasi Perempuan bangkit. Foto: Pamir Times.

Sebab, itu ide penguasa dan pendukungnya untuk menunda PEMILU dan memperpanjang jabatan presiden selain bertentangan dengan konstitusi juga sudah pasti tidak berkontribusi pada perbaikan kualitas demokrasi dan rule of law di Indonesia.

Index korupsi Indonesia menunjukkan trend memburuk pada tahun 2020, karena turun dari 40, pada tahun 2019 menjadi 37, meski naik menjadi 38 pada tahun 2021.

Secara global kita masih di bawah skor rerata (43). Negara-negara dengan skor di bawah 50 pada umumnya adalah negara dengan tingkat korupsi yang mengakar dan sistemik. Alih-alih melakukan ancaman pemberatan hukuman, pemerintah dan DPR dalam KUHP baru justru melakukan peringanan hukuman.

Kelompok perempuan adalah kelompok yang paling dirugikan oleh praktik korupsi ini meski hal ini merupakan fenomena global. Korupsi juga menjadi sarana atau jalan masuk bagi kejahatan-kejahatan lain yang  korbannya perempuan. Dalam studi tentang trafficking terhadap perempuan di Sulawesi Selatan praktik korupsi terbukti melicinkan atau melancarkan praktek trafficking.

Misalnya melalui praktik suap dalam pemalsuan data kependudukan. Yang sangat mencemaskan adalah maraknya praktik sextortion di Indonesia. Penyalahgunaan kewenangan publik melalui pemerasan/pemaksaan untuk mendapatkan kenikmatan seksual (sextortion) banyak terjadi di Indonesia.

Menurut survei Transparency International dalam Global Corruption Barometer 2021, Indonesia adalah negara dengan  kejadian sextortion tertinggi di Asia.

Aliansi Perempuan Bangkit mengusulkan berbagai perubahan dan perbaikan terutama pengesahan kebijakan yang tertunda, penundaan atau pembatalan kebijakan yang tidak tepat, juga pelibatan aktif perempuan, kelompok marjinal dan masyarakat sipil dalam semua proses kebijakan dari awal sampai pengawasan, agar ancaman dan bahaya yang disampaikan di atas bisa segera diatasi dengan komprehensif oleh pemerintah bersama pelaku usaha dan masyarakat.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut Aliansi Perempuan Bangkit mengajukan 9 tuntutan kepada pemerintah dan DPR.

Pertama,  agar pemerintah dan DPR menghentikan produksi berbagai kebijakan dan peraturan perundangan yang menegasikan hak asasi rakyat dan tidak memberdayakan masyarakat secara sosial ekonomi dan budaya baik dalam prosesnya yang tidak partisipatif maupun materi pokoknya seperti misalnya dalam membahas dan mengesahkan KUHP, Omnibus Law dan UU Minerba  serta tidak memperhatikan hak masyarakat atas lingkungan dan sumber daya alam serta mengabaikan hak masyarakat adat.

Dalam kaitan ini Aliansi Perempuan Bangkit mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan UU Perlindungan Hak Masyarakat Adat.

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev